Pleasee dech ..yg mau ketemu silahturahim jng bertanya hal2 pribadi ataupun fisik..kapan pny anak lagi? ? Koq gemukan? Knp muka lu gt?ga perawatan y? Koq blm nikah? Koq blm kerja2 ya? Kapan ini kapan itu? Kapan mati?
Pertanyaan2 itu yg bt silahturahim harusnya jd bikin seneng tapi malah bikin dongkol
Hello dear everybody..msh bnyk pertanyaan2 lain atau obrolan lain yg lbh PINTAR tnpa harus menjurus ke hal2 pribadi atau bikin tersinggung orng yg bersangkutan..
Setidaknya menambah ilmu atau info2 lain ya jd pertanyaaan atau omongan2 bisa lbh cerdas tnpa menyinggung orng lain
Be smart yuuuks..
Akan ada orang yang selalu nyinyir, padamu, bertanya ini dan itu, membuatmu sesak. Sekilas, pertanyaan ini boleh jadi seperti bentuk perhatian seorang saudara kepada saudaranya yang lain. Tapi, apakah ungkapan cinta sesama saudara itu harus melulu diekspresikan dengan beragam pertanyaan tak mengenakkan? Seharusnya tidak. Masih banyak cara lain untuk sekedar mengungkapkan bentuk perhatian.
Dahulu, ketika saya masih kuliah di tingkat empat, semester 8, dan belum juga ada tanda-tanda akan sidang, maka bentuk pertanyaan itu begini, “Syaiha gimana penelitiannya? Sudah kelar belum sih?”
Alamak! Ini pertanyaan yang nyelekitnya itu pakai banget. Nggak enak didengar dan memang nggak diharapkan. Pertanyaan-pertanyaan jenis ini tidak tertangkap sebagai dukungan di mata mahasiswa tingkat akhir, malah terdengarnya bernada mengejek, merendahkan, atau apalah.
Bahkan, ketika ada beberapa teman yang penelitiannya terkendala –karena dosen yang super perfeksionis sehingga Ia harus mengulang penelitian hingga berkali-kali, enggan datang lagi ke kampus karena selalu disodorin pertanyaan tadi, “Gimana penelitian Lo, Bro? Belum kelar ya?”
Sakitnya akan bertambah lagi, ketika satu demi satu teman kuliah kita lulus dan wisuda. Amboi, gagah sekali mereka-mereka, tersenyum sumringah luar biasa. Nah kita, jauh dari asa, entah kapan kelulusan itu terlaksana. Sabar ya!
Selanjutnya, kau jangan berharap pertanyaan jenis ini, pertanyaan yang menyakitkannya luar biasa ini akan berhenti. Justru setelah lulus kuliah ia semakin menjadi.
“Oi.. Kau sudah empat tahun kuliah, ngabisin banyak uang, cuma bisa jadi pengangguran saja? Malangnya nasib Bapak Mamak kau kalau gitu! Kuliah jauh-jauh dan mahal rupanya nggak dapat kerja.”
Duh, gusti! Dia kira nyari pekerjaan di negeri yang semakin nggak jelas ini seperti mudahnya ia membalikkan telapak tangan? Tidak! Kita harus banyak koneksi dan duit yang tebal sekali. Ya, karena di beberapa pekerjaan malah butuh uang pelicin yang jumlahnya itu besar sekali. Aneh sekali bukan, lah wong kita nyari kerja buat menghasilkan uang, ini malah disuruh bayar. Jangan mau!
“Kalau anda sanggup bayar sekian, anda akan kami terima di instansi kami.” saya pernah ditawarin begini di salah satu posisi. Tapi saya tidak mau. Tidak punya uang dan takutnya tidak berkah penghasilan.
Lepas masalah pekerjaan, untuk kau yang perempuan dan belum menikah, maka pertanyaan akan datang lagi, “Kau ini sudah sarjana, pekerjaan ada, lalu kapan akan menikahnya? Apa mau kau jadi perawan tua?”
Jangankan kalian yang perempuan, lah saya yang laki-laki saja, ketika adik saya menikah duluan lalu ramai-ramai saudara bilang, “Yah, masa dilangkahin adiknya. Emang nggak malu, Syaiha?” itu sakitnya luar biasa. Apalagi perempuan, pasti pertanyaan itu tak mengenakkan.
Setelah menikah, ada lagi pertanyaan jenis ini, “Gimana, sudah isi belum istrinya?” jika kita menjawab, “Belum.” maka mungkin akan diranggapi begini, “Jiaah, jangan lama-lama lah. Segera isi. Berjuang, kerja keras tiap malam. Minum obat kuat dan penambah stamina.”
Sudah kayak orang lemah syahwat saja kita dibuatnya –ups.
Padahal, urusan keturunan ini, bukan tentang: “Kalau sudah berhubungan ya pasti berhasil lalu hamil.” Tidak! Kehamilan itu tidak segampang itu jadinya. Ada faktor-faktor lain yang menyebabkannya terkadang lama tiba; stress karena pekerjaan, makanan yang tak sehat, perokok berat, dan sebagainya.
Bahkan, di luar sana, banyak sekali pasangan suami istri yang subur keduanya, tapi hingga bertahun-tahun pernikahan, tak kunjung juga diberi. Keturunan ini adalah amanah. Dan ia diberikan kepada orang-orang yang sudah Allah percaya saja. Bagi yang belum, maka berdoa dan berusahalah sekuat daya. Selanjutnya, tutup dengan tawakkal yang paripurna.
Keturunan adalah hak preogratif Allah saja. kita hanya perlu perbanyak tiga hal di atas; doa, usaha, dan tawakkal.
Memang, pertanyaan-pertanyaan itu pasti tak mengenakkan. Saya beberapa kali merasakannya. Tapi, sejatinya, sakit atau tidak kita, bergantung apakah kita mengijinkannya atau tidak. Jika kita memikirkan terus pertanyaan itu, membuat jadi tak selera makan, menjadikan kita tak tidur hingga beberapa malam, maka sakit lah kita. Tertekan. Akibatnya, akan ada malam-malam panjang yang gelisah dengan dada sesak, ada ada malam-malam penuh helaan napas kesedihan.
Tapi, jika kita tak sekalipun mengijinkan pertanyaan jenis-jenis ini menyakiti kita, maka riang gembiralah kita selamanya. Peduli amat mereka mau bertanya apa, mau berkata apa, hidupku adalah tanggung jawabku.
Sedangkan untuk kalian, karena sudah paham bahwa pertanyaan-pertanyaan model di atas tak enak didengar, maka ketika ada teman yang belum juga lulus kuliah, sudah lulus tapi belum juga mendapatkan pekerjaan, belum menikah, atau belum diberi keturunan, maka cukup doakan saja. Beri mereka semangat dan dukungan, bukan dicecar dengan pertanyaan-pertanyaan.
Demikian.