Biaya Orang Indonesia yang Hidup di Belanda untuk Keluarga dalam Rupiah

rumah di belanda

Oleh oleh… 

Di Belanda kami bertemu banyak sekali warga negara Indonesia yang bermukim disini, tersebar di beberapa kota dan negara di Eropa yang kami kunjungi. Mereka ada yang memang bekerja di sektor
formal, Pemerintahan seperti Kedutaan, mahasiswa yang sedang belajar dan juga banyak juga saudara-saudara kita yang menjadi ‘Imigran gelap’.(yang Ini rahasia lho..)

Banyak cerita dari mereka soal bagaimana cara hidup di Eropa. Tentu yang saya tanyakan pertama kali adalah nama dan asal mereka dari mana, selanjutnya saya bertanya, bagaimana mereka bisa sampai disini. Memang bermacam-macam kisah mengapa mereka bisa sampai di Eropa. Yang sama seneng, saya berkesempatan bertemu dengan tetangga saya dulu dari Bandungan Semarang, meskipun dulu kami juga tidak saling mengenal ( wkkkkk Podo wae… )

Saya berkesempatan mendengar banyak cerita, terutama dari tetangga saya itu, bahwa hidup di Eropa sangat teratur. Dan peraturan sangat ditegakkan. Karena siapa saja yang melanggar peraturan akan menanggung denda yang tidak sedikit.

Misalnya dalam soal berlalu lintas orang harus berhati-hati, jangan sampai menabrak orang, karena sekali menabrak ia akan dicabut SIM nya, menanggung biaya perawatan dan penghasilan selama korban tidak bekerja. Jika ia tidak mampu membayar, maka akan dipotong gajinya hingga orang itu sembuh.

Di Eropa, pemerintah ikut campur tangan mengendalikan gaji karyawan dimanapun yang bekerja.

Soal parkir juga harus ditempatnya, bayarnya juga pake kartu yang tersedia di tempat parkir, TiDaK ada profesi tukang parkir disini, semua dilakukan secara mandiri dan bertanggung jawab. Saya bayangin di Indonesia apa bisa se-sportif seperti disini.

Memang disini adalah negara sekuler yang mengusung kebebasan HAM, namun secara perilaku orang Eropa dikenal santun dan humanis. Untuk urusan hari tua, semua orang yang bekerja secara resmi akan mendapatkan pensiun. Pensiun didapatkan dari sebagian upah mereka yang sudah dipotong. Orang yang tidak mampu atau miskin, mendapatkan tunjangan hidup setiap bulanya. Pengungsi juga menjadi tanggungan negara. Kemarin kami berkesempatan ke Belgia, kami bertemu banyak pengungsi dari Syuriah yang sedang mengalaminya konflik, mereka juga menjadi peminta minta di lorong lorong jalan.

Saya mendapat cerita juga berapa biaya hidup di Belanda, tetangga saya yang bekerja di Kedutaan disini bergaji sekitar 25 juta rupiah, dan gaji sebesar itu, disini itu belum UMR. ( Waw….) Tapi jangan tanya berapa pengeluaran yang harus dikeluarkan tiap bulan…..(Asuransi Mobil, Parkir, asuransi kecelakaan, pajak, makan, tempat tinggal……) Katanya uang segitu pas Pasan…. Beda cerita dengan pekerja yang ‘gelap’ mereka bebas dari pajak, sehingga mereka malah bisa mengirim uang ke tanah air 10 – 35 juta per bulan. ( Ning campur deg deggan….)

Yang menarik untuk air , gas, listrik semua sudah di urusi negara, perhitunganya setahun sekali, namun bisa membayar kira-kira per bulan. Khusus gas, semua sudah dialirkan melalui pipa-pipa dan diberi meteran, jadi tidak ada istilah kelangkaan gas lagi. Saya memahami ini , karena disini yang mahal itu adalah membayar upah orang. Maka secara sistem disini dibuat mandiri dan minim tenaga. Air sisa pembuangan dapur juga harus bayar juga.

Yang penting disini tidak boleh mengganggu ketertiban umum, tapi ciuman di pinggir jalan bukan termasuk mengganggu, hidup serumah dengan perempuan yang bukan muhrim sampai punya anak juga boleh ( Yang ini gue demen….wkkk).yang miris, anak 15 tahun boleh pulang bawa pacar dan tidur sekamar. Makanya, Kalau anak sudah 15 tahun, di tasnya ortu harus bawain ‘maap’ ( kondom)

Udah dulu ah….
Pegel nulisnya, besok sambung lagi.
Salam dari Den Hagg….

Leave a Comment