Kata tanya “kapan” adalah salah satu kata yang paling diwaspadai oleh manusia. Kata itu bila diucapkan di waktu dan situasi yang tepat, akan berdampak positif bagi yang ditanya. Tapi jika ditanyakan pada waktu dan situasi yang tidak tepat, wallahualam, hati manusia nggak ada yang tahu. Dan mungkin, dampaknya akan buruk, menghadirkan emosi, memutus silaturahmi, memecah persaudaraan, dan menyudahi pertemanan. Macam2, karena manusia adalah makhluk pintar yg bisa punya skenario bermacam2 bukan?
Tapi, tanpa kata tanya “kapan” itu pun, bisa jadi kita kehilangan “alarm” alami untuk hal2 yang ternyata kita lupa, kita abai, atau memang belum kita selesaikan.
Seperti halnya pertanyaan “kapan menikah” yang umumnya seringkali membuat wanita jadi lebih baper daripada laki2.
Pandangan masyarakat yang masih menganggap kalau wanita menikah diatas 25 tahun itu sudah masuk (maaf) perawan tua. Padahal, mereka tidak tahu apa yang terjadi hingga wanita itu belum menikah.
Mungkin, jodohnya memang belum waktunya. Mungkin, dia sudah memiliki jodoh tapi mereka punya visi dan misi yang ingin mereka capai berdua dalam mempersiapkan pernikahan dan memulai hidup baru nanti. Mungkin, latar belakang keluarga yang menyebabkan wanita ini tidak ingin salah memilih jodoh. Mungkin, si wanita masih berusaha memperbaiki diri secara duniawi dan akhirat.
Ya… banyak kemungkinan bukan?
Maaf, saya bukan ingin menyindir orang2 yang pernah menyebutkan kata tanya “kapan” itu kepada saya. Tapi, alangkah baiknya jika kata tanya “kapan” itu diubah jadi sebuah kata doa “semoga”, berharap kemurahan hati Tuhan akan mengatasi kegundahan para wanita yang masih belum menemukan jodohnya.
Demikian.