Sate Kambing |
Meskipun saya tidak menyukai daging kambing, saya suka ketika berada di warung sate kambing.
Menghirup harum rempah dari tongseng ketika bumbu sedang digongso, aroma daging bercampur kecap. Dan melihat panci gule mengepulkan asap dari kuah yang kuning menggoda. Hmmmmm….
Aroma bumbu kambing |
Terkadang jika tidak ‘prengus’, saya mau juga mencicipi potongan sate ati kambing, atau makan nasi beserta kuah thengkleng.
Sayang bagi penggemar daging kambing, rasa prengus itu justru yang paling khas kambing dan memang dicari. Jadilah saya cuma bisa melihat dan menikmati suasana.
Secara umum gule dan thengkleng di Solo ada dua varian. Ada yang beraroma minyak samin dan ada yang tidak. Saya pribadi menyukai kuah gule dan thengkleng yang beraroma minyak samin.
Sate Kambing dan kawan kawannya |
Tentang keengganan saya menyantap daging kambing, sebenarnya bukan karena diet, menjaga kesehatan, alasan ‘klenik’ atau alasan relijius spiritual. Saya tidak seheroik itu.
Sejak kecil saya memang tidak suka jerohan, gajih/lemak dan kambing. Lidah saya kurang bisa menerimanya. Bahkan untuk daging sapi dan ayam, saya jarang doyan.
Sate kambing mentah |
Beda dengan ikan dan hewan yang bisa berenang lainnya, ini mah saya doyan banget.
Sebenarnya saya secara alamiah bisa jadi vegetarian ya? Jengkol dan pete, betapapun ‘eksotis’nya saya doyan. Sayang saya suka sekali masakan yang memakai kaldu ayam, meski dagingnya tidak suka. Jadi sulit juga untuk total vegetarian.