Kartu BPJS |
Susahnya jadi mahasiswa, sekalinya jauh dari orangtua ketika kenapa-kenapa bisanya cuma merepotkan.
Siang tadi di perjalanan menuju Jogja, sesampai di Tirtonadi ada seorang bapak-bapak yang tetiba memilih duduk di sebelah saya yang memang kebetulan kosong.
“Maaf, saya duduk sini ya Mas. Saya gak berani duduk di depan. Trauma dulu saya pernah naik bus dan busnya terbalik,” ujarnya yang lamat-lamat terdengar meskipun telinga saya tersumpal headset.
Seketika saya buka headset lalu persilakan duduk. Selanjutnya tanpa dikode beliau bercerita kalau anaknya yang kuliah di salah satu kampus di Jogja baru saja operasi usus buntu. Singkat cerita uangnya sudah habis dan tadi baru saja dari rumah salah satu saudaranya di dekat UNS untuk pinjam duit tapi ternyata saudaranya yang dicari tidak ada di rumah dan sudah mudik.
Sampai disitu saya mencoba untuk tidak berpikir macam-macam. Bapak yang ramah ini pensiunan guru, katanya. Tinggal di Pati dan putri bungsunya, yang katanya, kuliah di jurusan Teknik Kimia ini baru saja operasi dan habis dana 8 juta.
“Bapak tidak daftar BPJS?” tanya saya.
Tidak, katanya, yang kemudian tanpa sadar saya terlelap dan ketika bangun sudah sampai Prambanan.
Sesampai di Prambanan bapak tadi dengan sedikit malu-malu meminta ongkos transport untuk ke RS Sardjito. Dengan mencoba tidak berpikir macam-macam saya serahkan uang dengan nominal cukup untuk menuju RS Sardjito dari Janti.
.
.
.
Lihat, betapa menyusahkannya mahasiswa yang jauh dari orangtua lalu sakit.
Jika Profesor Rhenald Kasali mewajibkan mahasiswanya untuk punya paspor, saya kok berpikir mahasiswa sekarang wajib punya BPJS Kesehatan. Agar tidak menyusahkan. Setidaknya mengurangi menyusahkan orangtua.
Anak kost, kebanyakan, selalu punya masalah dengan pola makan juga mie instan. Belum lagi aktivitas yang padat berakibat pada sakit-sakitan. Disitulah kalian harus sadar diri wahai anak kost.
Saya sejak dua bulan lalu sudah terdaftar sebagai pengguna BPJS. Sudah saya manfaatkan pula untuk berobat sampai Fakes 3. Total habis sekian juta tapi tercover 100% oleh negara dan saya tak perlu keluar biaya alias gratis.
Teman saya, yang punya hepatitis B dan tiap minggu harus disuntik interferon yang harga satu ampul vaksinnya 2 jutaan itu juga sekarang tidak terlalu pusing mikir biaya pengobatan karena semua gratis ditanggung BPJS. Bayangkan, dia tiap minggu harus disuntik selama 6 bulan. Setidaknya 2 juta kali 24 kali dan itu gratis.
Jadi… Saran saya untuk kalian mahasiswa dan anak kost, segeralah daftar BPJS. Caranya gampang. Cukup siapkan fotokopi KK, KTP dan Buku Rekening lalu ngantri ke kantor BPJS. Oya, untuk fakes 1 usahakan pilih yang dekat dengan kosan agar kalau ada apa-apa mudah dijangkau. Untuk paketnya saya pilih pelayanan kelas 1 yang tiap bulan harus bayar 60 ribu. Segitu hitungannya murah lah, ibaratnya tiap hari menyisihkan 2.000 perak.
Saya bukan tim marketingnya BPJS tapi program yang dibikin Pak SBY di akhir masa jabatannya ini benar-benar cihuy. Setidaknya saya sendiri sudah merasakan manfaatnya. Banyak kemudahan yang didapatkan. Ya, hitung-hitung tidak menyusahkan orangtua.
Sumber : Yudha Yuliardi
harus sabar sabar ya pakai seseuatu yang disediakan pemerintah apalagi untuk bpjs kesehatan (mengehela nafas)